SKIZOFRENIA DISEASE

SKIZOFRENIA DISEASE


Apakah kamu pernah mendengar kata halusinasi?

Apa yang kamu tau tentang kata itu?

Halusinasi adalah sebuah persepsi palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus dari luar. Persepsi yang dimaksud berasal dari lima panca indera. Jadi, pada dasarnya halusinasi adalah melihat, mendengar, meraba, menyecap dan membau suatu hal yang sebenarnya tidak ada. Penyakit skizofrenia adalah salah satu penyebab terjadinya halusinasi. 
Berikut adalah penjelasan penyakit skizofrenia yang dilansir dari wikipedia indonesia.

Skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah. Keadaan ini pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi pendengaran, paranoid atau waham yang ganjil, atau cara berbicara dan berpikir yang kacau, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan.

  • Gejala


Seseorang yang didiagnosis mengidap skizofrenia dapat mengalami halusinasi (kebanyakan melaporkan mendengar suara-suara), waham (biasanya aneh atau secara biasa), dan gangguan daya pikir dan bicara. Yang terakhir ini dapat berupa kehilangan urutan berpikir, hingga kalimat yang artinya kurang berhubungan, sampai dengan ketidakpaduan yang dikenal sebagai kata-kata yang berantakan pada kasus yang lebih parah. Menarik diri dari lingkungan sosial, cara berpakaian yang berantakan dan tidak menjaga kebersihan, dan kehilangan motivasi dan pertimbangan merupakan hal yang umum pada skizofrenia. Biasanya dapat diobservasi adanya pola kesulitan emosi, sebagai contoh tidak adanya sifat responsif. Gangguan dalam kognisi sosial diasosiasikan dengan skizofrenia, demikian juga dengan gejala paranoia ; isolasi sosial pada umumnya muncul. Kesulitan dalam bekerja dan daya ingat jangka panjang, perhatian, peran eksekutif, dan kecepatan untuk mengolah juga sangat umum terjadi.[2] Pada salah satu subtipe yang tidak umum, seseorang menjadi sangat diam, dan berdiam diri pada posisi yang sangat aneh, atau menunjukkan tingkah laku yang tidak jelas, semua ini merupakan gejala katatonia.

Pada masa akhir remaja dan awal masa dewasa merupakan periode puncak untuk timbulnya skizofrenia, yang merupakan tahun kritis perkembangan sosial dan vokasional pada seorang dewasa muda. Pada 40% laki-laki dan 23% perempuan didiagnosis dengan skizofrenia, di mana manifestasi kondisi ini muncul sebelum usia 19 tahun. Untuk menekan gangguan perkembangan yang diasosiasikan dengan skizofrenia, telah banyak dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan menangani fase prodromal (sebelum-tercetus) dari penyakit ini, yang telah dapat dideteksi hingga 30 bulan sebelum gejala muncul. Mereka yang telah mengalami perkembangan skizofrenia mengalami gejala psikotik sementara atau sembuh dengan sendirinya dan gejala nonspesifik berupa menarik diri dari lingkungan, iritabilitas, disforia, dan kecerobohan selama fase prodromal.

  • Tata Laksana


Tata laksana utama skizofrenia adalah obat antipsikotik, seringkali disertai dengan dukungan psikologis dan sosial. Perawatan di rumah sakit mungkin dilakukan untuk beberapa episode baik secara sukarela atau (apabila diperkenankan oleh perundang-undangan kesehatan mental) di luar kehendak. Perawatan jangka panjang di rumah sakit jarang terjadi sejak perawatan di luar institusi dimulai pada tahun 1950-an, meskipun masih terjadi. Layanan dukungan komunitas termasuk tempat penitipan harian, kunjungan oleh anggota tim kesehatan mental masyarakat, dukungan pekerjaan dan kelompok pendukung banyak ditemukan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa olahraga teratur memiliki efek positif pada kesehatan fisik dan mental orang dengan skizofrenia.

  • Pengobatan


Risperidon (nama dagang Risperdal) adalah obat antipsikotik atipik/tidak khas yang sering digunakan.
Pengobatan psikiatri lini pertama untuk skizofrenia adalah obat antipsikotik, yang dapat mengurangi gejala positif psikosis dalam waktu sekitar 7-14 hari. Namun, obat antipsikotik gagal untuk menghilangkan gejala negatif dan gangguan kognitif secara bermakna. Penggunaan jangka panjang menurunkan risiko relaps.

Pilihan obat antipsikotik yang digunakan didasarkan pada manfaat, risiko, dan biaya. Masih diperdebatkan mana yang lebih baik antara golongan obat antipsikotik tipikal atau antipsikotik atipikal. Keduanya memiliki angka putus obat dan kekambuhan gejala apabila obat tipikal digunakan pada dosis rendah hingga sedang. Respon yang baik ditemukan pada 40–50%, respon sebagian pada 30–40%, dan resistensi terhadap pengobatan (gagal menunjukkan respon gejala yang memuaskan setelah enam minggu pengobatan menggunakan dua atau tiga obat antipsikotik yang berbeda) pada 20% orang. Klozapin adalah pengobatan yang efektif bagi mereka yang tidak menunjukkan respon pengobatan yang baik terhadap obat lain, namun memiliki potensi efek samping berat yaitu agranulositosis (jumlah sel darah putih menurun) pada 1–4%.

Berdasarkan pertimbangan efek samping, obat antipsikotik tipikal memiliki efek ekstrapiramidal yang lebih tinggi, sedangkan obat atipikal menyebabkan kenaikan berat badan yang bermakna, diabetes, dan risiko sindrom metabolik. Obat atipikal memiliki efek samping ekstrapiramidal yang lebih sedikit, namun perbedaannya tidak besar. Beberapa obat atipikal seperti quetiapine dan risperidon terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan obat antipsikotik tipikal perfenazin, sedangkan klozapin terkait dengan risiko kematian yang lebih rendah. Belum jelas apakah obat antipsikotik yang lebih baru menurunkan kemungkinan terjadinya sindrom keganasan neuroleptik, suatu gangguan neurologis yang jarang namun berat.

Untuk orang-orang yang tidak bersedia atau tidak mungkin meminum obat secara teratur, dapat digunakan bentuk sediaan obat antipsikotik kerja panjang depot untuk mengendalikan penyakit. Obat-obat ini menurunkan risiko peningkatan ke derajat yang lebih berat dibandingkan dengan obat minum. Saat digunakan bersama dengan intervensi psikososial, obat ini dapat meningkatkan kepatuhan jangka panjang terhadap pengobatan.

Psikososial
Sejumlah intervensi psikososial dapat bermanfaat untuk skizofrenia, di antaranya: terapi keluarga, pengobatan komunitas asertif, dukungan pekerjaan, remediasi kognitif, pelatihan keterampilan, terapi perilaku kognitif (CBT), intervensi modifikasi perilaku, dan intervensi psikososial untuk penggunaan zat dan pengaturan berat badan. Terapi keluarga atau edukasi, yang menangani seluruh sistem keluarga dari seorang individu, dapat mengurangi kekambuhan dan perawatan di rumah sakit. Belum terdapat banyak bukti mengenai efektivitas CBT baik dalam mengurangi gejala maupun mencegah kekambuhan. Terapi seni atau drama belum banyak diteliti dengan baik.

Cukup mengerikan, bukan? Bahkan tidak dipungkiri jika penderita bisa melakukan tindak bunuh diri bahkan melukai orang lain dengan sorongan suara-suara negatif yang didengarnya. untuk itu kita harus memperhatikan dan selalu menjaga kondisi penderita agar tidak melakukan hal-hal yang dapat mencelakai baik penderita maupun orang disekitarnya. Semoga informasi ini dapat membantu.

Source.

https://id.wikipedia.org/wiki/Skizofrenia

Komentar

Posting Komentar